PENDAHULUAN
Setiap makhluk hidup yang mengadakan reproduksi akan menghasilkan keturunan. Di dalam
proses reproduksi inilah berlangsung pewarisan sifat-sifat induk kepada keturunannya. Proses
tumbuh kembang manusia diawali dengan oosit dari wanita yang selanjutnya secara alami akan mengalami proses yang
panjang hingga terwujud manusia.
Anak terutama bayi baru lahir merupakan salah satu kelompok masyarakat
yang rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat karena masih tingginya Angka Kematian Bayi
(AKB). Menurut WHO (2000) Angka Kematian Bayi
(AKB) di dunia mencapai 54 per 1.000 kelahiran hidup dan tahun
2006 menjadi 49 per 1.000 kelahiran hidup. Pada tahun
2006 AKB di Afrika sebesar 94 per 1.000, Mediterania Timur
62 per 1.000, Asia Tenggara 52 per 1.000, Pasifik Barat 20 per 1.000, Amerika
18 per 1.000 dan Eropa 14 per 1.000 kelahiran hidup.
Kematian bayi baru lahir
di Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas
(32%), asfiksia (30%), infeksi (22%), kelainan kongenital
(7%), lain-lain (9%).Berdasarkan hasil Riskesdas tahun
2007 telah mengindikasikan adanya kematian bayi usia
0 sampai dengan 6 hari akibat kelainan kongenital sebesar 1,4%,
sedangkan kematian bayi usia
7 sampai dengan 28 hari akibat kelainan kongenital sebesar
18,1%. Penelitian Indrasanto dan
Effendi di RSAB Harapan Kita (2001-2005) terdapat 315 bayi dengan kelainan kongenital dari
16.490 kelahiran (1,92%).
DEFINISI
Menurut Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, Embriogenesis
adalah :1.produksi dari embrio; 2.perkembangan dari individu yang baru yang
terjadi secara seksual yaitu dari zigot. Secara umum, embriogenesis adalah
proses pembelahan sel dan diferensiasi sel dari embrio manusia yang terjadi
pada saat tahap-tahap awal dari perkembangan manusia. Tepatnya, embriogenesis
terjadi pada saat spermatozoa bertemu dan menyatu dengan ovum yang disebut
fertilisasi sampai akhir dari minggu ke-8 dari perkembangan manusia.
TAHAP-TAHAP
EMBRIOGENESIS
1. Fertilisasi
Fertilisasi adalah proses penyatuan gamet pria dan wanita, yang
terjadi di daerah ampulla tuba fallopii.Spermatozoa bergerak dengan
cepat dari vagina ke rahim dan selanjutnya masuk kedalam saluran telur.
Pergerakan naik ini disebabkan oleh kontraksi otot-otot uterus dan tuba.
Sebelum spermatozoa dapat membuahi oosit, mereka harus mengalami proses
kapasitasi dan reaksi akrosom.
Fase fertilisasi mencakup fase 3
fase:
a.
Penembusan korona
radiata.
Spermatozoa-spermatozoa yang mengalami kapasitasi tidak akan sulit
untuk menembusnya.
b.
Penembusan zona
pelusida.
Zona pelusida adalah sebuah perisai glikoprotein yang mempertahankan
pengikatan sperma dan menginduksi reaksi kromosom. Hanya 1 spermatozoa diantara
200-300 juta spermatozoa yang ada di saluran kelamin yang berhasil menembus
zona pelusida. Saat spermatozoa masuk ke dalam membrane oosit, spermatozoa lain
tidak akan bisa masuk lagi karena aktifasi dari enzim oosit sendiri
c.
Fusi oosit dan
membran plasma.
Spermatozoa bergerak masuk ke membrane oosit dan mencapai inti oosit.
Perlu diketahui bahwa spermatozoa dan oosit masing-masing memiliki 23 kromosom
(haploid), selama masa penyatuan masing-masing pronukleus melakukan sintesis
DNA. Segera setelah sintesis DNA, kromosom tersusun dalam gelendong untuk
melakukan pembelahan secara mitosis yang normal. Dua puluh tiga kromosom dari
ibu dan dua puluh tiga kromosom dari ayah membelah sepanjang sentromer, dan
kromatid-kromatid yang berpasangan tersebut saling bergerak ke kutub yang
berlawanan, sehingga menyiapkan sel zigot yang masing-masing mempunyai jumlah
kromosom yang normal.
2. Pembelahan
Kira-kira 24 jam setelah fertilisasi, oosit yang telah dibuahi
mulai pembelahan pertamanya. Setelah zigot mencapai tingkat dua sel, ia
menjalani serangkaian pembelahan mitosis yang mengakibatkan bertambahnya jumlah
sel dengan cepat. Sel ini dikenal sebagai blastomer yang akan berbentuk seperti
gumpalan yang padat.
Kira-kira setelah 3 hari setelah
pembuahan, sel-sel embrio yang termampatkan tersebut, membelah lagi membentuk
morula. Morula adalah, kumpulan dari 16-30 sel blastomere. Karena sel-sel ini
muncul dari pembelahan (cleavage) dari zigot dan semua terdapat pada zona
pelusida yang tidak bisa membesar, jadi pertumbuhannya tidak banyak terlihat.
Setiap sel yang baru besarnya sama dengan sel awal dan nama morula berarti
mulberry, karena mirip seperti kumpulan sel-sel setengah bulat. Sel-sel bagian
dari morula merupakan massa sel dalam, sedangkan sel-sel di sekitar membentuk
massa sel luar. Massa sel dalam akan membentuk jaringan-jaringan embrio yang
sebenarnya, sementara massa sel luar akan membentuk trofoblastt, yang kemudian
ikut membentuk plasenta.
3. Pembentukan
blastokista,embrioblast, dan rongga amnion.
Pada hari ke-4 setelah inseminasi, sel terluar dari morula yang
masih diselubungi dengan zona pelucida mulai berkumpul membentuk suatu
pemadatan. Sebuah rongga terbentuk pada di interior blastokista dan kira-kira
pada waktu morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus zona pelusida
masuk ke dalam ruang antar sel yang ada di massa sel dalam (inner cell
mass).
Sel-sel embrio berkembang dari inner
cell mass yang sekarang disebut embrioblast. Sedangkan
sel-sel di massa sel luar atau
trofoblast, menipis dan membentuk dinding epitel untuk blastokista. Zona
pelusida kini sekarang sudah menghilang, sehingga implantasi bisa dimulai.
Pada akhir hari ke-5 embrio
melepaskan diri dari zona pelusida yang membungkusnya. Melalui serangkaian
siklus pengembangan-kontraksi embrio menembus selimut pelusida. Hal ini
didukung oleh enzim yang dapat melarutkan zona pelusida pada kutub embrionik.
Pelepasan embrio ini dinamakan hatching.
Pada perkembangan hari ke-8,
blastokista sebagian terbenam di dalam stroma endometrium.Pada daerah di atas
embrioblast, trofoblast berdiferensiasi menjadi 2 lapisan: (a) sitotrofoblast
,(b) sinsitiotrofoblast. Trofoblast mempunyai kemampuan untuk menghancurkan dan
mencairkan jaringan permukaan endometrium dalam masa sekresi, yaitu sel-sel
decidua.
Sel-sel dari embrioblast juga berdiferensiasi menjadi dua
lapisan, yaitu lapisan hipoblast dan epiblast. Sel-sel dari masing-masing
lapisan mudigah membentuk sebuah cakram datar dan keduanya dikenal sebagai cakram
mudigah bilaminer. Pada saat yang sama terdapat rongga kecil muncul
di dalam epiblast, dan rongga ini membesar menjadi rongga amnion.
Pada hari ke-9, blastokista semakin terbenam di dalam
endometrium, dan luka bekas penembusan pada permukaan epitel ditutup dengan
fibrin, pada masa ini terlihat proses lakunaris, dimana vakuola-vakuola apa
sinsitium trofoblast menyatu membentuk lakuna-lakuna yang besar. Sementara pada
kutub anembrional, sel-sel gepeng bersama dengan hipoblast membentuk lapisan
eksoselom (kantung kuning telur primitif)
Pada hari ke-11 dan 12, blastokista
telah tertanam sepenuhnya di dalam stroma endometrium. Trofoblast yang ditandai
dengan lacuna dan sinsitium akan
membentuk sebuah jalinan yang saling berhubungan, Sel-sel sinsitiotrofoblast
menembus lebih dalam ke stroma dan merusak lapisan endotel pembuluh-pembuluh
kapiler ibu. Pembuluh-pembuluh rambut ini tersumbat dan melebar dan dikenal
sebagai sinusoid. Lakuna sinsitium kemudian berhubungan dengan sinusoid, dan
darah ibu mulai mengalir melalui system trofoblast, sehingga terjadilah sirkulasi
utero-plasenta.
Semetara itu, sekelompok sel baru muncul di antara
permukaan dalam sitotrofoblast dan permukaan luar rongga eksoselom. Sel-sel ini
berasal dari kantong kuning telur dan akan membentuk suatu jaringan penyambung
yang disebut mesoderm ekstraembrional; di mana pada akhirnya akan mengisi semua
ruang antara trofoblastt di sebelah luar dan amnion beserta selaput eksoselom
di sebelah dalam.
Segera setelah terbentuk rongga-ronga besar di dalam
mesoderm ekstraembrional, dan ketika rongga-rongga ini menyatu, terbentuklah
sebuah rongga baru, yang dikenal dengan nama rongga khorion. Rongga khorion ini
terbentuk dari sel-sel fibroblast mesodermal yang tumbuh disekitar embrio dan
yang melapisi trofoblast sebelah dalam.
Rongga ini mengelilingi kantung kuning telur primitive dan rongga amnion
kecuali pada tempat cakram mudigah berhubungan dengan trofoblast melalui
tangkai penghubung.
4. Masa Embrionik
Selama perkembangan minggu ke-3 sampai minggu ke-8, suatu massa
yang dikenal sebagai massa embrionik atau masa organogenesis, masing-masing
lapisan dari ketiga lapisan mudigah ini membentuk banyak jaringan dan organ
yang spesifik. Menjelang masa akhir embrionik ini, sistem-sistem organ telah
terbentuk. Karena pembentukan organ ini, bentuk mudigah banyak berubah dan
ciri-ciri utama bentuk tubuh bagian luar sudah dapat dikenali menjelang bulan
kedua.
Masa mudigah
berlangsung dari perkembangan minggu keempat hingga kedelapan dan merupakan
masa terbentuk jaringan dan sistem organ dari masing-masing lapisan mudigah.
Sebagai akibat pembentukan organ, ciri-ciri utama bentuk tubuh mulai jelas.
Lapisan Mudigah ektoderm membentuk organ dan struktur-struktur yang memelihara
hubungan dengan dunia luar: (a) susunan saraf pusat; (b) sistem saraf tepi; (c)
epitel sensorik telinga, hidung dan mata; (d) kulit, termasuk rambut dan kuku;
dan (e) kelenjar hipofisis, kelenjar mammae, dan kelenjar keringat serta
email gigi.
Bagian yang paling penting dari
lapisan mudigah mesoderm adalah mesoderm para aksial, intermediat, dan lempeng
lateral. Mesoderm para aksial membentuk somitomer; yang membentuk mesenkim di
kepala dan tersusun sebagai somit-somit di segmen oksipital dan kauda. Somit
membentuk miotom (jaringan otot), skeletom (tulang rawan dan sejati), dan
dermatom (jaringan subkutan kulit), yang semuanya merupakan jaringan penunjang
tubuh. Mesoderm juga membentuk sistem pembuluh, yaitu jantung, pembuluh nadi,
pembuluh getah bening, dan semua sel darah dan sel getah bening. Di samping
itu, ia membentuk sistem kemih-kelamin; ginjal, gonad, dan saluran-salurannya
(tetapi tidak termasuk kandung kemih). Akhirnya limpa dan korteks adrenal juga
merupakan turunan dari mesoderm.
Lapisan mudigah endoderm
menghasilkan lapisan epitel saluran pencernaan, saluran pernafasan, dan kandung
kemih. Lapisan ini juga membentuk parenkim tiroid, paratiroid, hati dan
kelenjar pankreas. Akhirnya, lapisan epitel kavum timpani dan tuba
eustachius juga berasal dari endoderm. Sebagai akibat dari pembentukan
sistem-sistem organ dan pertumbuhan sistem-sistem organ dan pertumbuhan sistem
saraf pusat yang cepat, cakram mudigah yang mula-mula datar melipat kearah
sefalokaudal, sehingga terbentuklah lipatan kepala dan ekor. Cakram ini juga
melipat dengan arah lintang, sehingga terdapat bentuk tubuh yang bulat. Hubungan
dengan kantung kuning telur dan plasenta dipertahankan masing-masing melalui
duktus vitellinus dan tali pusat.
EMBRIOGENESIS AWAL
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap
implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.
Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada
periode ini. Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya
defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai
ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi
sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal
seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan
induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier,
sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti
pigmentasi kulit.
Proses “kematian sel” yang tidak
adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi
jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir/ dan langit-langit.
Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat
dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap
embrio.
KLASIFIKASI
Menurut European Registration of Congenital Anomalies
(2010) kelainan bawaan diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi bawaan menurut European Registration of
Congenital Anomalies (EUROCAT)
1
|
Sistem Saraf
|
1.1 Neural Tube Defects
|
1.1.1 Anenchepalus
1.1.2 Encephalocele
1.1.3 Spina Bifida
|
1.2 Hidrocephalus
|
|||
1.3 Microcephalus
|
|||
1.4 Anencephalus
|
|||
2
|
Mata
|
2.1 Anophthalmos/microphthalmos
|
|
2.2 Katarak kongenital
|
|||
2.3 Glaukoma kongenital
|
|||
3
|
Telinga, wajah, dan leher
|
3.1 Anotia
|
|
4
|
Congenital Heart Disease
|
4.1 Common arterial truncus
|
|
4.2 Single Ventricle
|
|||
4.3 Ventricular Septal Defect
|
|||
4.4 Atrial Septal Defect
|
|||
4.5 Atrioventricular Septal Defect
|
|||
4.6 Tetralogy of Fallot
|
|||
4.7 Atresia Tricuspid dan Stenosis
|
|||
4.8 Ebstein’s anomaly
|
|||
4.9 Stenosis katup pulmoner
|
|||
4.10 Atresia katup pulmoner
|
|||
4.11 Stenosis/atresia katup aorta
|
|||
4.12 Hipoplastik jantung kiri
|
|||
4.13 Hipoplastik jantung kanan
|
|||
4.14 Coarctation of aorta
|
|||
4.15 Total anomalous pulm venous return
|
|||
5
|
Pernafasan
|
5.1 Choanal atresia
|
|
5.2 Cystic adenomatous malf of lung
|
|||
6
|
Oro-facial cleft
|
6.1 Cleft lip
|
|
6.2 Cleft palate
|
|||
7
|
Sistem pencernaan
|
7.1 Atresia esophagus
|
|
7.2 Atresia/Stenosis duodenum
|
|||
7.3 Atresia/Stenosis usus halus
|
|||
7.4 Atresia/Stenosis ano-rektal
|
|||
7.5 Hirschprung’s disease
|
|||
7.6 Atresia saluran bilirubin
|
|||
7.7 Annular pancreas
|
|||
7.8 Mandibular asimetrik
|
|||
7.9 Hernia skrotalis dekstra
|
|||
7.10 Hernia umbilikalis
|
|||
8
|
Defek dinding abdomen
|
8.1 Gastroschisis
|
|
8.2 Omphalocele
|
|||
9
|
Perkemihan
|
9.1 Bilateral renal agenesis
|
|
9.2 Renal dysplasia
|
|||
9.3 Congenital hydronephrosis
|
|||
9.4 Bladder exstrophy dan epispadia
|
|||
9.5 Posterior urethral valve
|
|||
10
|
Genital
|
10.1 Hipospadia
|
|
10.2 Indeterminate sex
|
|||
10.3 Mikropenis
|
|||
11
|
Ekstremitas
|
11.1 Ekstremitas atas
|
|
11.2 Ekstremitas bawah
|
|||
11.3 Seluruh ekstremitas
|
|||
11.4 Club foot
|
|||
11.5 Hip dislocation/dysplasia
|
|||
11.6 Polidaktil
|
|||
11.7 Sindaktil
|
|||
11.8 Arthrogryphosis multiplex congenital
|
|||
12
|
Musculo-skeletal
|
12.1 Thanatiporic dwarfism
|
|
12.2 Jeunes syndrome
|
|||
12.3 Achondroplasia
|
|||
12.4 Craniosynostosis
|
|||
12.5 Congenital constriction bands/amniotic band
|
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Mochammad.2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams:Panduan Ringkas. Jakarta:EGC
Sheerwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Infomedika
Yuncie, Stella. 2013. Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi dengan Kelainan Kongenitalbdi
RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2011. Available From: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37882/4/Chapter%20II.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar