PENDAHULUAN
Sindrom
down adalah kelainan kromosom yang paling umum dan paling dikenal pada manusia
dan penyebab paling umum dari cacat intelektual. Hal ini terutama disebabkan
oleh trisomi kromosom 21, yang menimbulkan beberapa komplikasi sistemik sebagai
bagian dari sindrom.
Insidennya 1 dalam 600 sampai 1
dalam 700 kelahiran, lebih dari separuh bayi yang terkena mengalami abortus
spontan selama kehamilan dini. Di Indonesia ditemukan 1 dalam 600 kelahiran
hidup.
Sebagian besar kasus trisomi 21
(94%) disebabkan oleh kromosom ekstra. Penderita memiliki kromosom abnormal
yang bervariasi. Tipe translokasi terjadi pada 3% kasus, tipe mosaicism sebanyak 2% dan sisanya 1%
terdiri atas kelainan kromosom yang langka. Keadaan ini juga berhubungan dengan
pertambahan usia maternal (usia ibu saat kehamilan).
Angka kejadian sindrom down meningkat tajam pada
wanita yang melahirkan anak setelah berusia 35 tahun keatas. Pada penelitian
tahun 2000 di SLB-C Kotamadia Semarang dari 55 kasus sindrom down menunjukkan
hampir 70% kasus dilahirkan oleh ibu usia >31 tahun dengan kasus terbanyak
dilahirkan oleh ibu berusia antara 36-40 tahun. Namun demikian ada sejumlah
kecil (3,6%) penderita sindrom down yang dilahirkan oleh ibu usia muda antara
15-20 tahun dan 12,7% oleh ibu usia 21-25 tahun. Hal ini perlu dipertimbangkan
faktor-faktor lain yang menyebabkan kerusakan gel pada meiosis I seperti:
ketidakseimbangan hormonal pada saat hamil, infeksi intra uterin dan sindrom
down yang diwariskan dari orang tua.
Kejadian sindrom Down diperkirakan 1 per 733
kelahiran, meskipun secara statistik lebih umum dengan orang tua lebih tua
(baik ibu dan ayah) akibat peningkatan eksposur mutagenik pada sel reproduksi
beberapa orang tua. Rata-rata IQ anak-anak dengan sindrom Down adalah sekitar
50, dibandingkan dengan anak normal dengan IQ 100. Sejumlah kecil memiliki
parah pada tingkat tinggi cacat intelektual.
Perkembangan yang lambat merupakan ciri utama pada
anak down sindrom. Baik perkembangan fisik maupun mental. Hal ini yang
menyebabkan keluarga sulit untuk menerima keadaan anak dengan down
sindrom.setiap keluarga menunjukkan reaksi yang berbeda-beda terhadap berita
bahwa anggota keluarga mereka menderita down sindrom, sebagian besar memiliki
perasaan yang hampir sama yaitu: sedih, rasa tak percaya, menolak, marah,
perasaan tidak mampu dan juga perasaan bersalah.
DEFINISI
Sindrom
down adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak
yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk
akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi
pembelahan. Kelainan yang terjadi pada kromosom 21 , yang dapat dikenal dengan
melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Ciri-ciri anak sindrom down pada umumnya mempunyai
kekhasan yang bisa dilihat secara fisik selain dengan pemeriksaan jumlah
kromosomnya. Tanda-tanda fisik ini bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama
sekali, tampak minimal sampai dengan terlihat dengan jelas. Ciri-ciri fisik
anak down syndrome adalah sebagal berikut: bentuk kepala yang relatif kecil
dengan bagian belakang yang tampak mendatar (peyang), hidung kecil dan datar
(pesek); hal ini mengakibatkan mereka sulit bernapas. mulut yang kecil dengan
lidah yang tebal dan pangkal mulut yang cenderung dangkal yang mengakibatkan
lidah sering menjulur keluar bentuk mata yang miring dan tidak punya lipatan di
kelopak matanya letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil;
hal ini mengakibatkan mudab terserang infeksi telinga rambut lurus, halus dan
jarang untuk kulit yang kering tangan dan jari-jari yang pendek dan pada ruas
kedua jari kelingking miring atau bahkan tidak ada sama sekali, sedangkan pada
orang normal memiliki tiga ruas tulang pada telapak tangan terdapat garis
melintang yang disebut Simian Crease. Garis tersebut juga terdapat di kaki
mereka yaitu di antara telunjuk dan ibu jari yang jaraknya cenderung lebih jauh
dari pada kaki orang normal. Keadaan telunjuk dan ibu jari yang berjauhan itu
disebut juga sandal foot simian crease / garis melintang pada telapak tangan
otot yang lemah (hypotomus); mengakibatkan pertumbuhan terganggu (terlambat
dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan berbicara) pertumbuhan
gigi geligi yang lambat dan tumbuh tak beraturan sehingga menyulitkan
pertumbuhan gigi permanen.
FISIOLOGI
Kromosom merupakan rantai DNA yang berpilin dengan kuat dan
mengandung protein. Kromosom merupakan kromatin yang menebal dan ditemukan
dalam nukleus serta terlihat dengan jelas saat pembelahan sel. Semua sel
somatik (tubuh) normal, kecuali sel kelamin (ovum dan spermatozoa), memiliki 46
kromosom, atau 23 pasang kromosom. Dari 23 pasang kromosom, 22 pasang
diantaranya merupakan pasangan yang homolog (cocok) disebut autosom. Kromosom
homolog membawa informasi genetik dengan karakter yang sama. Sel yang memiliki
anggota pasangan yang lengkap disebut diploid (2n). Suatu sel, seperti ovum
atau spermatozoa, yang hanya memiliki salah satu anggota dari pasangan kromosom
disebut haploid (n).
a. Mitosis
Sel yang aktif membelah melewati suatu siklus yang
dikenal sebagai siklus sel. Siklus ini berlangsung secara teratur dan dibedakan
atas dua stadia, yaitu stadium istirahat (interfase) dan stadium mitosis.
Mitosis merupakan pembelahan sel yang meliputi pembelahan dan pembagian nukleus
beserta kromosom-kromosom di dalamnya. Proses pembelahan nukleus dinamakan karyokinesis.
Setelah karyokinesis akan segera dikuti oleh pembelahan sel, sehinga sebuah sel
akan menjadi dua anakan sel yang sama. Proses membelahnya sel dinamakan
sitokinesis. Adanya karyokinesis dan sitokinesis yang berlangsung secara
berkesinambungan menyebabkan informasi genetik di dalam semua sel somatis suatu
individu tetap. Mitosis terdir atas 4 fase yang terjadi secara berurutan yaitu:
1.Profase
Memasuki profase kromatin mengalami kondensasi
membentuk kromosom. Kromosom cepat memendek dan menjadi lebih tebal. Tiap kromosom
terdir atas 2 kromatid yang dihubungkan oleh sebuah sentromer. Selama profase,
nukleolus dan membran inti menghilang. Mendekati akhir profase terbentuklah
spindel. Pada akhir profase, kromosom- kromosom menempatkan dir di bidang
ekuator dari sel.
2. Metafase
Kedua kromatid dalam satu kromosom (sering disebut
kromatid kakak beradik) masih dihubungkan oleh satu sentromer dan terletak di
bidang ekuator sel.
3. Anafase
Kedua kromatid kakak beradik memisahkan dir dan
masing-masing bergerak sebagai kromosom anakan menuju ke kutub dari spindel yang
berlawanan letaknya. Proses ini didahului oleh membelahnya sentromer menjadi
dua bagian. Fase ini menyelesaikan pembagian jumlah kromosom secara kuantiatif
sama ke dalam sel anakan. Kecuali itu juga berlangsung pembagian bahan genetik
secara kualitatif sama.
4. Telofase
Datangnya kromosom anakan di kutub spindel merupakan
tanda dimulainya telofase. Terbentuknya membran inti baru, anak inti baru dan
menghilangnya spindel terjadi selama fase ini. Dengan terbentuknya dua buah
inti baru, maka di tengah sel terbentuk dinding yang baru. Berlangsunglah
sitokinesis (pembelahan sel).
b. Meiosis
Meiosis merupakan pembelahan sel yang spesifk karena
berlangsung di waktu pembentukan gamet-gamet saja. Pada pembelahan ini kromosom
dirubah dari keadaan diploid (2n) menjadi haploid (n). Pada proses fertilsasi terjadilah
persatuan gamet-gamet haploid, sehinga terciptalah zigot yang diploid.
Keterangan genetik memisah secara teratur ke dalam gamet-gamet. Dalam keturunan
akan tercampur keterangan genetik yang berasal dari masing-masing induk.
- Profase I
Perbedan penting antara mitosis dan meiosis terutama
pada profase. Profase 1 dibedakan menjadi beberapa stadia yaitu:
a. Leptonema: Kromatin dari nti sel
induk nampak seperti benang-benang panjang yang halus dan melingkar-lingkar.
b. Zygonema: Benang-benang kromatin
berubah bentuknya dan menjadi batang-batang kromosom. Masing-masing kromosom
mencari pasangannya sendiri yang sama dan sebangun atau yang serupa (kromosom
homolog). Proses berpasangan ini disebut sinapsis.
c. Pachynema: Benang-benang
kromosom menjadi lebih tebal dan jelas. Tiap benang tampak dobel. Masing-masing
kromosom dari sepasang kromosom homolog terdir dari duakromatid. Pada profase
mitosis, kromosom-kromosom terpisah dan tidak saling berhubungan. Dalam profase
I meiosis, kromosom-kromosom homolog berpasangan sebagai bivalen, dan inilah
yang dijumpai sebagai haploid. Pachynema merupakan stadia yang sangat penting
yaitu pindah silang (crosing over). Proses ini akan nampak jelas pada fase
berikutnya.
d. Diplonema: Fase ini ditandai
dengan mulai memisahnya kromatid-kromatid yang semula berpasangan membentuk
bivalen. Memisahnya kromatid-kromatid paling kuat terjadi pada bagian
sentromer. Akan tetapi bagian-bagian tertentu dari kromosom homolog tetap
berdekatan dan bagian ini disebut kiasma, karena pada tiap kiasma kromatid kromatid-kromatid
yang yang menjauhkan dir itun tampak bersilang. Di tempat persilangan (kiasma)
itu kromatid-kromatid tak serupa (nonsister chromatids) putus. Ujung-ujung dari
kromatid yang putus tadi bersambungan secara resiprok. Proses penukaran
segmen-segmen kromatid tak serupa dari pasangan kromosom homolog beserta
gen-gen yang berangkai secara resiprok dinamakan pindah silang.
e. Diakinesis: Kromosom-kromosom
menjadi lebih pendek. Stadium ini diakhir dengan menghilangnya membran inti,
nukleolus, dan terbentuknya spindel.
2. Metafase I
Pasangan-pasangan kromosom homolog berada di bidang
ekuator.
- Anafase I
Kromosom homolog yang mengadakan sinapsis mulai
bergerak untuk berpisah. Tiap kromosom masih tersusun atas dua kromatid yang
masih berhubungan pada daerah sentromer.
- Telofase I.
Kromosom-kromosom tiba di kutub spindel. Membran
inti dan nukleolus terbentuk lagi.
PATOFISIOLOGI
Kromosom
21 mempengaruhi hampir semua sistem organ dan menghasilkan spektrum yang luas
dari konsekuensi fenotipik. Ini termasuk komplikasi yang mengancam jiwa, terjadi
perubahan klinis yang signifikan (misalnya, cacat intelektual), dan ciri-ciri
fisik dismorfik. Sindrom down menurunkan kelangsungan hidup prenatal dan
meningkatkan morbiditas prenatal dan postnatal. Anak yang terkena, memiliki
keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, pematangan, perkembangan tulang, dan
erupsi gigi.
Dua hipotesis yang berbeda telah diusulkan untuk
menjelaskan mekanisme kerja gen di sindrom Down. Ketidakstabilan perkembangan
(yaitu, kehilangan keseimbangan kromosom) dan apa yang disebut efek dosis-gen.
Menurut hipotesis efek dosis-gen, gen yang terletak pada kromosom 21 telah
diekspresikan dalam sel dan jaringan dari pasien sindrom down, dan ini
memberikan kontribusi untuk kelainan fenotipik.
Salinan tambahan bagian proksimal 21q22.3 tampaknya
menghasilkan fenotip fisik yang khas, yang meliputi:
·
Cacat intelektual.
Kebanyakan pasien dengan sindrom down memiliki
beberapa tingkat kerusakan kognitif, mulai dari yang ringan (kecerdasan
quotient [IQ] 50-75) ke penurunan berat (IQ 20-35); pasien menunjukkan
penundaan motorik dan bahasa selama masa kanak-kanak
·
Fitur wajah
Karakteristik
·
anomali tangan
·
Cacat jantung bawaan.
Hampir setengah dari pasien yang terkena memiliki
penyakit jantung bawaan, termasuk defek septum ventrikel dan cacat kanal
atrioventrikular.
Analisis molekuler menunjukkan bahwa daerah
21q22.1-q22.3, juga dikenal sebagai Down
Syndrome Critical Region (DSCR), tampaknya mengandung gen atau gen yang
bertanggung jawab untuk penyakit jantung bawaan pada sindrom down. Sebuah gen
baru, DSCR1, diidentifikasi di wilayah 21q22.1-q22.2, sangat disajikan dalam
otak dan jantung dan merupakan kandidat untuk terlibat dalam patogenesis
sindrom down, terutama yang berkaitan dengan cacat intelektual dan cacat
jantung.
Fungsi fisiologis abnormal mempengaruhi metabolisme
tiroid dan malabsorpsi usus. Pasien dengan trisomi 21 memiliki peningkatan
risiko obesitas. Sering mengalami infeksi yang mungkin karena gangguan respon
imun, dan kejadian autoimunitas, termasuk hipotiroidisme dan hashimoto
tiroiditis, meningkat.
Pasien dengan sindrom down mengalami penurunan
penyangga reaksi fisiologis, sehingga hipersensitivitas terhadap pilocarpine
dan respon abnormal pada penelusuran sensory-evoked
electroencephalographic (EEG). Penurunan penyangga proses metabolisme
hasil dalam kecenderungan untuk hyperuricemia dan meningkatkan resistensi
insulin. Diabetes mellitus berkembang pada banyak pasien yang terkena. Penuaan
dini menyebabkan katarak dan penyakit alzheimer. Reaksi leukemoid dari masa
bayi dan peningkatan risiko leukemia akut menunjukkan disfungsi sumsum tulang.
Manifestasi muskuloskeletal pada pasien dengan
sindrom Down termasuk mengurangi ketinggian, atlanto-oksipital dan hipermobilitas
atlantoaxial, dan malformasi tulang belakang dari tulang belakang leher. Temuan
ini dapat menyebabkan atlanto-oksipital dan ketidakstabilan serviks, serta
komplikasi seperti kelemahan dan kelumpuhan.
PENATALAKSANAAN
a. Terapi
Stimulasi
Untuk merangsang perkembangan IQ anak penderita
sindrom down, terapi stimulasi diberikan dengan melatih gerakan-gerakan motorik
anak sejak usia dini. Latihan tersebut dapat dilakukan sendiri oleh anak dan
dapat dibantu oleh ahli fisioterapi. Melalui gerakan-gerakan motorik itu perkembangan
saraf dirangsang sehingga bisa mempengaruhi perkembangan saraf dan otaknya.
b. Permainan
Permainan dapat membantu pemahaman anak-anak
mengenai kehidupan. Melalui permainan juga, anak dengan sindrom down akan
berupaya memahami hubungan saling terkait, sebab akibat.
1. Permainan selidik dan jelajah
a. Terkait pada semua benda
b. Mengintip dan mengambil objek
c. Memutar dan menggosok objek pada
permukaan lantai untuk melumat apa yang terjadi
d. Merangkak dan berlatih serta berkeinginan
membuka lemari, laci, bakul, atau kotak.
2. Permainan membina dan kognitif.
Misalnya, mencantumkan gambar berdasarkan corak, bentuk dan warna
3. Permainan sosial
a. Tertawa apabila digelitik
b. Bermain sembunyi-sembunyi
4. Permainan khayalan
a. Berpura-pura menjadi orang lain dalam
suasana berbeda
b. Bermain masak-masak
5. Permainan merangsang pergerakan
otot. Berlari, melompat, memanjat, dan menari
6. Permainan bahasa
a. Meniru gaya bicara
b. Menyanyi
c. Terapi
Obat
o Analgesik
Kontrol nyeri penting untuk kualitas perawatan
pasien. Ini memastikan kenyamanan pasien dan memiliki sifat analgesik
menenangkan yang bermanfaat bagi pasien yang menderita trauma atau cedera.
§ Acetaminophen
dan kodein (Tylenol # 3, Modal dan Codeine)
Kodein adalah analgesik yang bekerja sentral;
acetaminophen adalah analgesik yang bertindak perifer. Kombinasi diindikasikan
untuk pengobatan nyeri ringan sampai cukup parah. Tablet mengandung
acetaminophen 300 mg dan 30 mg kodein fosfat; obat mujarab mengandung
acetaminophen 120 mg dan 12 mg kodein per 5 mL.
§ Morfin
sulfat (Duramorph, Astramorph, MS Contin, Oramorph SR) Morfin adalah obat
narkotika yang mengganggu reseptor opioid; terutama bekerja pada sistem saraf
pusat (SSP) dan gastrointestinal (GI) saluran.
§ Ibuprofen
(Motrin, Advil, Caldolor)
Ibuprofen adalah anggota dari kelompok asam
propionat obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID). Ini memiliki anti-inflamasi,
analgesik, dan aktivitas antipiretik. Cara kerjanya tidak jelas, tetapi mungkin
terkait dengan penghambatan prostaglandin sintetase.
§ Naproxen
(Aleve, Anaprox, Naprosyn, Naprelan)
Naproxen adalah NSAID dari kelompok asam arylacetic.
Ini menghambat sintesis prostaglandin.
o Antidysrhythmics
Antidysrhythmics dapat meningkatkan morbiditas pada
pasien dengan gagal jantung kongestif sekunder akibat cacat jantung
bawaan.
§ Digoxin
(Lanoxin)
Digoxin adalah glikosida jantung dengan efek
inotropik langsung di samping efek tidak langsung pada sistem kardiovaskular.
Ini bekerja langsung pada otot jantung, meningkatkan kontraksi sistolik
miokard. Tindakan langsung mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf sinus
karotis dan ditingkatkan penarikan simpatik untuk setiap peningkatan tekanan
arteri rata-rata.
o Diuretik
Diuretik harus digunakan untuk mengelola gagal
jantung kongestif sekunder cacat jantung bawaan.
§ Furosemide
(Lasix)
Furosemide meningkatkan ekskresi air dengan
mengganggu sistem cotransport klorida mengikat, yang, pada gilirannya,
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida dalam lengkung henle dan tubulus distal
ginjal. Bioavailabilitas furosemide oral 50%. Dosis bervariasi tergantung pada
kondisi klinis pasien.
§ Hydrochlorothiazide
(Microzide)
Hydrochlorothiazide menghambat reabsorpsi natrium di
tubulus distal, menyebabkan peningkatan ekskresi natrium dan air serta kalium
dan hidrogen ion.
§ Metolazone
(Zaroxolyn)
Metolazone adalah diuretik quinazoline dengan sifat
mirip dengan diuretik thiazide. Ini menghambat resorpsi natrium di lokasi
pengencer kortikal dan tubulus proksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Chen, Harold. Down
Syndrome Medication. Available From: http://emedicine.medscape.com/article/943216-medication
[Accesed on: August 18, 2014]
Irdawati. Muhlisin A. Sindrom Down pada Anak Ditinjau dari Segi Biomedik dan
Penatalaksanaannya. Available From: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/2035/BIK_Vol_2_No_1_9_Irdawari.pdf?sequence=1 [Accesed on: March, 2009]
Selikowizt. 2001. Mengenal Sindroma Down. Jakarta: Arcan
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. EGC: Jakarta
Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar