Senin, 13 Juli 2015

PEMERIKSAAN FISIS UMUM


 
            Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan raba (Palpasi), pemeriksaan ketok (Perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi). Sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan dengan baik oleh pemeriksa. Hindarkan segala tindakan yang dapat mengakibatkan rasa malu atau rasa tidak nyaman pada diri pasien. Sebaliknya pemeriksa juga tidak boleh bersikap kaku dan canggung, karena akan mengurangi kepercayaan pasien terhadap pemeriksa. Hindarkan membuka pakaian pasien yang tidak diperlukan. Periksalah pasien secara sistematik dan senyaman mungkin, mulai melihat keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, pemeriksaan jantung, paru, abdomen dan ekstremitas. Pemeriksaan pada daerah sensitif, misalnya payudara, anorektal dan urogenital sebaiknya dilakukan atas indikasi.

KEADAAN UMUM
Sebelum melakukan pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera tampak begitu kita melihat pasien, misalnya eksoftalmus, cusingoid, parkinsonisme dan sebagainya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak.
            Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal disebut memiliki habitus atletikus; pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau berlebih.
            Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum pemeriksaan fisis dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan, maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (cm). IMT 18,5-25 menunjukkan berat badan yang ideal, bila IMT ˂ 18,5 berarti berat badan kurang, IMT ˃ 25 menunjukkan berat badan lebih dan IMT ˃ 30 adalah obesitas.

 KESADARAN
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.

TINGKAT KESADARAN


Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.
Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantui yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

TANDA-TANDA VITAL
Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36˚-37˚C. Pada pagi hari suhu mendekati 36˚C, sedangkan pada sore hari mendekati 37˚C. Pengukuran suhu di rektum juga akan lebih tinggi 0,5˚-1˚C , dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5˚C lebih tinggi dibangdingkan suhu aksila. Pada keadaan demam, suhu akan meningkat, sehingga suhu dapat dianggap sebagai termostat keadaan pasien. Suhu merupakan indikator panyakit, oleh sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya memberikan antipiretika, tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagaimana menghilangkan etiologi tersebut.

Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan termometer demam. Tempat pengukuran suhu meliputi rektum (2-5 menit), mulut (10 menit) dan aksila (15 menit).

Tekanan Darah
Tekanan darah dikur menggunakan tensimeter (sfigmomanometer), yaitu dengan cara melingkarkan manset pada lengan kanan 1  cm di ata fossa kubiti anterior, kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil meraba denyut A. Radialis sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada fossa kubiti anterior di atas A. Brakialis atau sambil melakukan palpasi pada A. Brakialis atau A. Radialis. Dengan cara palpasi, hanya akan didapatkan tekanan sistolik saja. Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut nadi Korotrov.

Nadi
Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi A. Radialis. Bila dianggap perlu, dapat juga dilakukan di tempat lain, misalnya A. Brakialis di fosa kubiti, A. Femoralis di fosa inguinalis, A. Poplitea di fosa poplitea atau A. Dorsaluis pedis di dorsum pedis. Pada pemeriksaan nadi, perlu diperhatikan frekuensi denyut nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi dan dinding arteri.

Frekuensi nadi yang normal adalah 60-100 kali per menit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit disebut takikardia (pulsus frequent); sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardia (pulsus rarus).
Irama denyut nadi haus ditentukan apakah teratur (reguler) atau tidak teratur (ireguler).
Isi nadi dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus).
Kualitas nadi, tergantung pada tekanan nadi.
Kualitas dinding arteri, juga harus diperhatikan dengan seksama. Pada keadaan aterosklerosis, biasanya dinding arteri akan mengeras. Demikian juga pada arteritis temporalis.

Frekuensi Pernapasan

Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu, sednagkan bila lebih dari 24 kali per menit disebut takipneu.

INSPEKSI
KULIT
Kualitas Kulit
·         Kelembaban kulit
·         Elastisitas kulit (turgor)
·         Atrofi kulit
·         Hipertrofi kulit

Warna Kulit
·         Melanosis
·         Albinisme (akromia kongenital)
·         Vitiligo
·         Piebaldisme (albinisme partial)
·         Palor
·         Ikterus
·         Pseudoikterus (karotenosis)
·         Klorosis
·         Eritema
·         Sianosis
·         Kulit coklat
·         Melasma (kloasma)
·         Poikiloderma of civatte
·         Dermatografia
·         Café au lait patches

Selain kulit, juga perlu diperhatikan kepala, rambut, wajah, mata, telinga, hidung, mulut, leher, ekstremitas, perut dan sebagainya (sesuai indikasi pemeriksaan).


PALPASI
Palpasi ringan; berguna untuk merasakan keras tidaknya abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ ataupun massa yang berada di superficial. Palpasi ringan juga berguna untuk memastikan pasien dalam keadaan rileks atau tidak.
Palpasi dalam; palpasi jenis ini diperlukan untuk membantu dokter menganalisa massa di abdomen.

PERKUSI

Perkusi dilakukan dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada dengan jari-jari sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding dada sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. Bagian tengah falang medial tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan menggunakan ujung jari tengah tangan kanan, dengan sendi pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan menggunakan poros siku, karena akan memberikan ketokan yang tidak seragam. Sifat-sifat ketokan selain didengar, juga harus dirasakan oleh jari-jari.

AUSKULTASI
Auskultasi merupakan pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sistem trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas pokok, pemeriksaan suara napas tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang dihantarkan melalui dinding dada.

            Dengan auskultasi akan didengarkan pula bunyi-bunyi dari jantung dan juga bising jantung bila ada kelainan di jantung dengan menggunakan alat stetoskop.


Referensi : Anggota PAPDI Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, Interna Publishing. Jakarta, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar