Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting
untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis
meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi), pemeriksaan raba (Palpasi),
pemeriksaan ketok (Perkusi) dan
pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (Auskultasi). Sikap sopan santun dan rasa hormat terhadap tubuh dan
pribadi pasien yang sedang diperiksa harus diperhatikan dengan baik oleh
pemeriksa. Hindarkan segala tindakan yang dapat mengakibatkan rasa malu atau
rasa tidak nyaman pada diri pasien. Sebaliknya pemeriksa juga tidak boleh
bersikap kaku dan canggung, karena akan mengurangi kepercayaan pasien terhadap
pemeriksa. Hindarkan membuka pakaian pasien yang tidak diperlukan. Periksalah
pasien secara sistematik dan senyaman mungkin, mulai melihat keadaan umum
pasien, tanda-tanda vital, pemeriksaan jantung, paru, abdomen dan ekstremitas.
Pemeriksaan pada daerah sensitif, misalnya payudara, anorektal dan urogenital
sebaiknya dilakukan atas indikasi.
KEADAAN
UMUM
Sebelum melakukan
pemeriksaan fisis, dapat diperhatikan bagaimana keadaan umum pasien melalui
ekspresi wajahnya, gaya berjalannya dan tanda-tanda spesifik lain yang segera
tampak begitu kita melihat pasien, misalnya eksoftalmus, cusingoid,
parkinsonisme dan sebagainya. Keadaan umum pasien dapat dibagi atas tampak
sakit ringan atau sakit sedang atau sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali
dapat menilai apakah keadaan pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak.
Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien adalah
keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal
disebut memiliki habitus atletikus;
pasien yang kurus memiliki habitus astenikus;
dan pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus.
Keadaan gizi pasien juga harus dinilai, apakah kurang, cukup atau berlebih.
Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur sebelum
pemeriksaan fisis dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan,
maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi
kuadrat tinggi badan (cm). IMT 18,5-25 menunjukkan berat badan yang ideal, bila
IMT ˂ 18,5 berarti berat badan kurang, IMT ˃ 25 menunjukkan berat badan lebih
dan IMT ˃ 30 adalah obesitas.
KESADARAN
Kesadaran pasien dapat
diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang wajar terhadap
stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat tertidur, tapi
segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat diperiksa
dengan memberikan rangsang nyeri.
TINGKAT
KESADARAN
Kompos
mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun
terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Apatis,
yaitu
keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.
Delirium,
yaitu
penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang
terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta.
Somnolen (letargia, obtundasi,
hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat
pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan
tertidur kembali.
Sopor (stupor), yaitu
keadaan mengantui yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan
tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu
penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang verbal, dan
tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik.
Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
Koma, yaitu
penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada
respons terhadap rangsang nyeri.
TANDA-TANDA VITAL
Suhu
Suhu
tubuh yang normal adalah 36˚-37˚C. Pada pagi hari suhu mendekati 36˚C,
sedangkan pada sore hari mendekati 37˚C. Pengukuran suhu di rektum juga akan
lebih tinggi 0,5˚-1˚C , dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5˚C lebih
tinggi dibangdingkan suhu aksila. Pada keadaan demam, suhu akan meningkat,
sehingga suhu dapat dianggap sebagai termostat keadaan pasien. Suhu merupakan
indikator panyakit, oleh sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya
memberikan antipiretika, tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagaimana
menghilangkan etiologi tersebut.
Untuk
mengukur suhu tubuh, digunakan termometer demam. Tempat pengukuran suhu
meliputi rektum (2-5 menit), mulut (10 menit) dan aksila (15 menit).
Tekanan Darah
Tekanan darah dikur
menggunakan tensimeter (sfigmomanometer),
yaitu dengan cara melingkarkan manset pada lengan kanan 1
cm
di ata fossa kubiti anterior, kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil
meraba denyut A. Radialis sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistolik,
kemudian tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada
fossa kubiti anterior di atas A. Brakialis atau sambil melakukan palpasi pada
A. Brakialis atau A. Radialis. Dengan cara palpasi, hanya akan didapatkan
tekanan sistolik saja. Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut nadi
Korotrov.
Nadi
Pemeriksaan nadi
biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi A. Radialis. Bila dianggap perlu,
dapat juga dilakukan di tempat lain, misalnya A. Brakialis di fosa kubiti, A.
Femoralis di fosa inguinalis, A. Poplitea di fosa poplitea atau A. Dorsaluis
pedis di dorsum pedis. Pada pemeriksaan nadi, perlu diperhatikan frekuensi
denyut nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi dan dinding arteri.
Frekuensi
nadi
yang normal adalah 60-100 kali per menit. Bila frekuensi nadi lebih dari 100
kali per menit disebut takikardia (pulsus
frequent); sedangkan bila frekuensi nadi kurang dari 60 kali per menit
disebut bradikardia (pulsus rarus).
Irama
denyut nadi haus ditentukan apakah teratur (reguler) atau tidak teratur (ireguler).
Isi
nadi
dinilai apakah cukup, kecil (pulsus
parvus) atau besar (pulsus magnus).
Kualitas
nadi,
tergantung pada tekanan nadi.
Kualitas
dinding arteri, juga harus diperhatikan dengan seksama.
Pada keadaan aterosklerosis, biasanya dinding arteri akan mengeras. Demikian juga
pada arteritis temporalis.
Frekuensi
Pernapasan
Dalam keadaan normal,
frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali per menit. Bila frekuensi pernapasan
kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu,
sednagkan bila lebih dari 24 kali per menit disebut takipneu.
INSPEKSI
KULIT
Kualitas Kulit
·
Kelembaban kulit
·
Elastisitas kulit (turgor)
·
Atrofi kulit
·
Hipertrofi kulit
Warna
Kulit
·
Melanosis
·
Albinisme (akromia kongenital)
·
Vitiligo
·
Piebaldisme (albinisme partial)
·
Palor
·
Ikterus
·
Pseudoikterus (karotenosis)
·
Klorosis
·
Eritema
·
Sianosis
·
Kulit coklat
·
Melasma (kloasma)
·
Poikiloderma of civatte
·
Dermatografia
·
Café
au lait patches
Selain
kulit, juga perlu diperhatikan kepala, rambut, wajah, mata, telinga, hidung,
mulut, leher, ekstremitas, perut dan sebagainya (sesuai indikasi pemeriksaan).
PALPASI
Palpasi ringan; berguna untuk merasakan keras
tidaknya abdomen, resistensi otot, dan beberapa organ ataupun massa yang
berada di superficial. Palpasi ringan juga berguna untuk memastikan
pasien dalam keadaan rileks atau tidak.
Palpasi dalam; palpasi jenis ini diperlukan untuk membantu dokter menganalisa massa di abdomen.
PERKUSI
Perkusi dilakukan
dengan meletakkan telapak tangan kiri pada dinding dada dengan jari-jari
sedikit meregang. Jari tengah tangan kiri tersebut ditekan ke dinding dada
sejajar dengan iga pada daerah yang akan diperkusi. Bagian tengah falang medial
tangan kiri tersebut kemudian diketuk dengan menggunakan ujung jari tengah
tangan kanan, dengan sendi pergelangan tangan sebagai penggerak. Jangan
menggunakan poros siku, karena akan memberikan ketokan yang tidak seragam.
Sifat-sifat ketokan selain didengar, juga harus dirasakan oleh jari-jari.
AUSKULTASI
Auskultasi merupakan
pemeriksaan yang paling penting dalam menilai aliran udara melalui sistem
trakeobronkial. Pemeriksaan auskultasi ini meliputi pemeriksaan suara napas
pokok, pemeriksaan suara napas tambahan dan jika didapatkan adanya kelainan
dilakukan pemeriksaan untuk mendengarkan suara ucapan atau bisikan pasien yang
dihantarkan melalui dinding dada.
Dengan auskultasi akan didengarkan pula bunyi-bunyi dari
jantung dan juga bising jantung bila ada kelainan di jantung dengan menggunakan
alat stetoskop.
Referensi : Anggota PAPDI
Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V, Interna Publishing.
Jakarta, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar